Sabtu, 24 April 2010

Filosofi Orangtua Atlit

Emosi seorang orangtua atlit ketika menyaksikan putra/putrinya bermain di olahraga yang terorganisir dapat berkembang dari rasa bangga dan senang sampai ia juga dapat sangat kesal, marah dan kecewa. Ada keyakinan kuat bahwa kebanyakan orangtua tidak menyadari betapa tingginyanya tingkat emosi mereka ketika menyaksikan anaknya berada di sebuah lingkungan kompetitip. Hampir semua orang tua memasukkan anaknya ikut berolahraga karena pelbagai alasan:
• Agar mendapat lebih banyak waktu dapat bersama anak anaknya.
• Membantu dan mendorong anak membentuk pertemanan dan persahabatan.
• Agar anaknya berada di lingkungan yang terawasi dan aman.
• Agar anak anak dapat berlatih dan berolahraga dengan keteraturan yang tinggi.
• Untuk mendapatkan peluang pembinaan keterampilan dan rasa percaya diri bagi anaknya.
Daftar itu baru sebagian kecil saja alasan agar anak dapat bergabung dan terlibat di kegiatan atletis anak anak. Para orangtua pasti amat mencintai putra/putrinya sehingga terbentuk keterikatan emosi yang sangat erat. Mereka tentu ingin membantu anaknya ketika sedang mengalami kegagalan dan akan membelanya jika dia rasa anaknya tidak mendapat perlakuan yang adil. Niat dan tujuan selalu dapat dipastikan baik, namun keterikatan emosi yang kuat itu dapat juga membuat para orangtua bersikap dan bertindak kurang rasionil.
Mawas Diri Memeriksa Perilaku Sendiri
Barangkali banyak orangtua yang ketika meneriaki wasit karena keputusan wasit dipandang merugikan anaknya merasa bahwa ia hanya mendukung dan membela anaknya. Anak acap kali merasa kurang nyaman ketika di hadapan teman temannya orangtuanya menghampiri coach dan menuntut agar anaknya lebih sering dipasang sebagai pemain. Dapat dipastikan bahwa si anak akan merasa dipermalukan oleh perilaku orangtuanya yang seperti itu.
Selain dapat melukai perasaan anak ketika orangtua tidak mampu menguasai emosinya, cobalah memikirkan bagaimana citra keteladanan yang dipertontonkan. Kita - orangtua tentu tak ingin anak kita menentang atau melawan keputusan wasit apalagi menunjukkan sikap kasar atau tidak sopan dimuka umum. Kita juga ingin agar anak anak mampu menguasai diri pada situasi sulit tanpa marah marah dan berteriak teriak. Jika sikap sopan dan ayem itu yang kita ingin ditunjukkan oleh anak kita, maka kita harus juga mampu mengambil sikap yang sama dengan cara yang sama.
Jadilah Orang Sportif
Himbauan ini sesungguhnya lanjutan dari bahasan di atas. Beberapa orangtua selalu ingin menimpakan kekalahan anaknya pada coach atau mengatakan bahwa alasan dia strike out karena wasit membuat keputusan yang keliru total. Hampiran atau pendekatan yang jauh lebih baik adalah dengan membantu anak menguasai rasa kecewanya dan memberinya kembali semangat pantang menyerah dan bahwa mengalami strike out atau kalah dalam pertandingan penting tidak berarti dunia sudah kiamat. Mereka harus diberi pengertian bahwa coach dan wasit akan selalu berusaha sebaik mungkin melakukan peranannya dan ketika bertanding tidak selamanya situasi akan selalu memihak kepadanya. Akan lebih mudah bersikap sportif ketika sedang menang, namun membantu anak menerima kekecewaan dan kekalahan dapat jadi pelajaran yang bagus sekali bagi seorang atlit anak yang masih belia.
Berilah Tekanan Pada Upaya Dan Sikap Atau Perilaku
Orangtua harus menunjukkan kepada anaknya bahwa dia bangga akan upaya dan usaha anaknya yang ditunjukkannya di lapangan. Cara itu sebaiknya dilakukan baik ketika anak bermain bagus ataupun ketika anak membuat banyak kesalahan dan tidak berhasil mendapat pukulan yang membuatnya mencapai base. Jika orangtua hanya memberi sanjungan ketika ia bermain bagus, maka anak itu juga akan menilai dirinya sendiri sama buruknya bahkan dapat lebih buruk lagi.
Tingkat Kompetisi Yang Sesuai Kemampuan
Siapapun juga mendambakan keberhasilan. Jika tingkat kompetisi terlalu berat bagi anak, maka ia dengan cepat akan patah semangat dan kehilangan gairah bermain. Ada banyak pilihan untuk atlit belia berpartisipasi. Cari dan pilihlah kompetisi yang akan memberi peluang anak kita untuk menunjukkan keberhasilannya namun harus tetap mengandung tantangan yang cukup baginya.
Sudah Bukan Lagi Kita
Keberhasilan seorang anak dalam bidang olahraga memang dapat menggairahkan orang tuanya dan bahkan dapat memabukkannya. Orangtua lalu acap berfantasi tentang apa yang mungkin terjadi. Boleh jadi orangtua atlit itu sendiri adalah atlit yang baik dan lalu timbul dipikirannya: “Seandainya aku bekerja dan berlatih lebih keras serta lebih berdedikasi, barangkali aku akan jadi atlit yang lebih cemerlang”. Kejadian berikutnya yang acap kali mudah terjadi adalah orangtua atlit itu dengan begitu saja memindahkan rasa sesal tidak bekerja/berlatih lebih keras itu menjadi rencana kerja untuk anaknya yang berbakat. Orangtua atlit itu lalu merasa memiliki peluang lagi untuk mencapai cita citanya lewat bakat anaknya.
Ketika hal ini terjadi, maka orangtua sudah harus mengamati baik baik keinginan anaknya dan lalu menyesuaikan perilaku dan tindakannya sendiri dengan dambaan dan tujuan anaknya. Secara umum peluang seorang anak terjun ke dunia olahraga profesional memang kecil sekali ataupun memperoleh beasiswa memasuki sebuah perguruan tinggi juga akan kecil juga, namun jika memang dia berhasil mencapai tingkatan itu, maka pastilah bahwa ia peroleh karena keinginan dan dambaan sangat kuat yang ada pada dirinya. Akan tidaklah baik bagi hubungan orangtua-anak jika justru orangtua yang mendorong dorongnya secara berlebihan ke arah itu.
Menghadapi Coach
Akan lebih mudah bagi orangtua bekerja sama dengan coach jika seandainya ia dapat memilih coach yang akan melatih dan mendidik anaknya. Namun bagi kebanyakan orangtua, pilihan itu tidak mungkin diperolehnya. Ketika mendaftar anaknya, maka anak itu akan ditempatkan di sebuah regu yang dilatih seorang coach sukarelawan. Kalau beruntung, anak itu akan mendapat coach yang disiplin, bekerja teratur, sangat mendukung dan pintar mendidik. Namun adakalanya nasib untung itu tidak menghampirinya. Bagaimana cara menghadapi situasi yang tidak beruntung itu? Banyak orangtua menerima keadaan itu dengan harapan tahun depan ia akan mendapat coach yang baik bagi anaknya. Ada juga orangtua yang menunggu sampai dia habis sabar lalu berbicara kepada coach dan menuding hal hal yang salah yang menurut pendapatnya telah dilakukan coach. Kedua cara itu tidak dapat dibenarkan. Bagian berikut akan dijelaskan alasannya.
Libatkan Diri Sedini Mungkin
Pergilah kunjungi latihan latihan lebih awal. Amati apakah latihan itu dilakukan dengan teratur dan terorganisir? Apakah lingkungannya cukup aman menjaga keselamatan anak? Bagaimana coach memberi pelajaran kepada anak anak? Jika tampak ada yang tidak beres, maka kemungkinan besar akan jadi lebih buruk lagi di hari hari mendatang. Bicaralah segera dengan administrator atau atasan coach yang lebih berwenang. Utarakan rasa khawatir dan mintalah agar anak dapat dipindahkan ke regu/ kelompok lain sebelum latihan berikut akan berjalan. Yang berwenang pasti ingin agar coach coach yang terbaik saja yang akan dia pakai. Menunggu sampai akhir musim akan sudah sangat kasip.
Cari tahu juga apa sasaran coach untuk musim berjalan dan bagaimana ia akan memilih pemain yang akan dipasang bermain. Masalah besar acap timbul ketika sasaran dan tujuan coach dengan orang tua tidak selaras. Jika coach hanya mementingkan memperoleh kemenangan, sedangkan orangtua ingin agar anaknya mendapat kesenangan dan kegembiraan, pindahkanlah anak itu ke regu atau kelompok lain. Panjang dan lamanya kesempatan bermain bagi anak juga dapat jadi batu sandungan. Cobalah dengan sejujur jujurnya menilai tingkat keterampilan anak dibandingkan dengan rekan rekan seregunya. Coach pasti akan lebih banyak memainkan anak anak yang keterampilannya paling baik sepanjang musim, jadi akan cukup menyulitkan bagi orangtua dan anaknya yang berkinerja menengah ke bawah. Sekali lagi, cobalah bicara kepada yang berwenang dan beritahulah alasan mengapa ingin memindahkan anak ke regu/ kelompok lain. Jika menunggu sampai turnamen dimulai, kemungkinan besar sudah akan terlalu terlambat.
Berperan Sebagai Coach Tidaklah Mudah
Menjadi coach memang tidak mudah. Mudah saja kita mencela orang ketika kita hanya berdiri saja jadi penonton; lain halnya jika kitalah yang bertugas jadi coach. Sadarilah situasi sulit yang dihadapi coach. Tentu sangat sulit dan hampir tidak mungkin membuat puas semua pihak dan semua orang apalagi para orangtua belasan anak anak usia belia. Banyak situs baseball yang mengulas cara menghadapi orangtua dan banyak pula coach yang lalu berhenti jadi coach karena kesulitan menghadapi orangtua atlit. Orangtua atlit seyogyanya berusaha membantu coach ketika latihan dan praktek lainnya atau ketika bertanding. Dengan membantu bantu coach, maka orangtua mendapat peluang berkomunikasi dengan coach secara teratur dan sekaligus membina hubungan baik dengannya. Hubungan baik itu penting artinya ketika memberi umpan balik kepada coach terutama untuk hal hal yang berjalan kurang baik yang mungkin dapat dibantu oleh pihak orangtua atlit. Coach tidak akan terlalu menyimak keluhan orangtua atlit yang jarang dijumpainya ketika latihan atau ketika ada pertandingan.
Dikibuli!
Terjadi hampir selalu! Orangtua atlit bicara dengan coach dan dia lalu berjanji akan memainkan seluruh pemainnya secara sebanding dan adil. Ia akan mengatakan apa yang ingin didengar para orangtua namun setelah beberapa kali kalah, maka ia akan lebih banyak membangku cadangkan pemain pemain yang kurang berbakat.Saat itu mungkin lebih mudah bagi orangtua mengambil sikap menunggu dan melihat dulu apa yang akan terjadi namun kekecewaan dan kemarahannya akan berangsur angsur meningkat. Disarankan untuk tidak menunggu lama! Dengan berdiam diri dan menunggu, coach akan merasa bahwa ada persetujuan dari para orangtua atas perubahan filosofi coaching. Berbicaralah baik baik dan secara pribadi dengan coach. Ingatkan dia pada pembicaraan pembicaraan yang lalu sebelum musim dan nyatakan terus terang kekhawatiran yang melanda orangtua. Kalau orangtua dapat meningkat emosinya ketika anaknya berkompetisi, hal yang sama dapat terjadi pada coach. Mereka akan memandang kekalahan regunya sebagai cela dan cacat atas kemampuan dan keahliannya. Akan sangat sulit bagi coach yang kompetitip untuk menjaga olahraga atlit belia agar selalu dalam perspektip yang benar. Dengan berbicara dan mengingatkannya ketika masalah baru timbul dan masih belum parah, maka akan segera terjadi pelurusan untuk kembali ke jalur yang benar.
Jika coach menolak mentah mentah untuk kembali ke filosofi semula, maka orangtua punya beberapa pilihan. Disarankan untuk membawa persoalan ke tingkat yang lebih atas. Boleh jadi tetap tidak terjadi perbaikan, namun sebaliknyapun bisa terjadi. Cari tahulah bagaimana posisi para orangtua yang lainnya. Jika umumnya sepakat cobalah berbicara lagi kepada coach sebagai kelompok untuk menyuarakan kekuatiran para orangtua. Juga cari tahu apa pengaruhnya bagi anak. Mungkin ia masih mau berlatih dan kendatipun ia kecewa karena jarang dimainkan, namun ia ingin bertahan dan tetap bermain disitu. Jika itu perasaan si anak, setidaknya orangtua telah buka suara kepada coach dan kepada tingkatan di atasnya. Sebaliknya jika si anak merasa merana dan tak lagi suka bermain di regu itu, berilah dia kesempatan untuk keluar dari kelompok dan regu itu. Banyak juga orangtua yang mencoba menahan agar anaknya tetap dikelompok yang sama padahal anaknya sudah sangat tidak betah. Orangtua lalu menganggap peristiwa itu sebagai pelajaran hidup yang bagus. Jika si anak benar benar tidak betah dan sangat merana, orangtua wajib mengambil alih beban itu dari pundak anaknya. Beritahu coach bahwa anak itu akan dipindahkan. Beritahu anak bahwa ia sebaiknya tak lagi bermain untuk coach itu. Dengan tindakan itu, si anak lalu merasa bahwa ia tak menyerah, ia hanya menuruti perintah orangtuanya. Isilah kehampaan yang terjadi dengan kegiatan kegiatan keluarga yang dapat dilakukan bersama sama. Jika si anak benar benar suka baseball, maka ia pastikan akan mencobanya lagi tahun depan.
Tak ada jawaban bagaimana cara terbaik menghadapi coach. Orangtua dapat sangat kesal kepada coach, tetapi cobalah untuk tetap tenang dan carilah jalan terbaik demi anak. Ingatlah bahwa kebugaran fisik tubuh dan pembinaan kecintaan berolahraga merupakan aspek terbaik bagi atlit belia. Jangan lupa bahwa mengambil keputusan bukan karena ketidak senangan pihak orangtua. Mencabut anak dari sebuah kelompok/ regu padahal ia masih ingin berada disitu tidak akan membantu si anak dan hubungan kemesraan dengan dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar